Kamis, 24 April 2008

AKU DIPANGGIL AGUS LANAK

Oleh Agustinus

Namaku Agustinus. Lahir di Senakin 11 April 1975. Namaku menipu bulan lahirku, tapi aku bukan penipu. Seharian aku dipanggil agus. Bosan juga punya nama pasaran seperti aku. Apalagi wajahku jelek minta ampun. Pernah aku pangkas rambut potongan ala tentara, tapi istriku marah luar biasa, katanya wajahku seperti Tukul Arwana pembawa acara 4 mata yang naik daun berkat kejelekannya yang dijelek-jelekan. Belakangan kuubah potongan rambutku ala jabric, ngikut anakku Ade yang jauh lebih ganteng dari papanya.
Aku menamai diriku dengan aguslanak setelah aku terjun kedunia politik ’murni’ tahun 2006 karena aku berasal dari Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Dunia politik itu banyak dikuasai oleh orang-orang yang berperilaku ’percis’ seperti binatang, rakus, buas, cerdik, licik, penjebak, Saat itu aku menusukkan duri-duri lanakku ke tubuh para demokrat tersesat aturan dan kutahu mereka bukanlah ’demokrat sejati’. Aku benci dengan permainan itu, meski aku tahu itu permainan. Aku tak sabar akhirnya duriku kusumpitkan kemana-mana dan mengenai setiap orang disekelilingku, banyak orang yang luka dan mati karena aku.
Awalnya aku adalah guru matematika non PNS alias swasta, yang nasibnya tak semujur PNS. Beda faham dilingkungan guru dan yayasan akhirnya aku dipecat tanpa pesangon satu rupiahpun di SMA Abdi Wacana. Kini kasus antara Aku melawan YPK GKE Cabang Resort Pontianak (Bejang, Cs anggota DPRD Sintang) tak kunjung tuntas ’menggantung’ di Mahkamah Agung Jakarta sejak tahun 2006 dan aku tak tahu mungkin seperti itulah gaya hukum di Indonesia. Aku pernah mengatakan kepada teman-temanku guru yang mengajar disana bahwa nasib mereka akan sama seperti saya bahkan akan jauh lebih buruk saat saya diberhentikan ’semena-mena’ oleh Bejang.
Lanak adalah bahasa kampungku menamai binatang Landak yang yang berbulu duri tajam. Lanak sulit sekali ditaklukan oleh binatang-binatang lain.Ukuran tubuhnya tidaklah terlalu besar sedang-sedang saja, bahkan lebih kecil dari binatang lain paling besar seukuran kucing. Binatang buas seperti harimau, buaya, ular sangat takut dengan lanak mekipun mereka binatang yang berbahaya. Singa yang dikenal Raja hutanpun akan takut memangsa lanak jika diterkam tangannya akan luka tertusuk duri yang berbisa, jika dimakan seluruh permukaan rongga mulutnya pun akan dipenuhi duri-duri lanak yang bisa membunuh. Satu satunya cara bila berhadapan dengan lanak adalah membiarkannya hidup dan menjadikannya teman untuk menyumpit lawan-lawan, singa, harimau, ular, buaya, monyet, dan binatang binatang lainnya. Binatang lain bila terkena duri lanak akan mati perlahan-lahan bila terkena duri lanak. Lanak paling pandai bersembunyi kemana saja sebisanya. Mudah masuk ke kandang binatang binatang dan menyelidiki gerak-gerik dan sepek terjang binatang buas. Akhirnya sifat lanak suatu saat bisa seperti perilaku binatang-binatang itu. Satu cara yang bisa menaklukan lanak adalah (Rahasia donk.................. ) karena aku bagian dari ~ aguslanak.

PEMUDA DAYAK, BERSATULAH

Oleh Agustinus

Kekuasaan sudah berada ditangan baik landak yang memang sebagai icon wilayah Dayak maupun Kalbar. Sebagai masyarakat Landak, kita tentu ingin mempercayakan kepemimpinan Landak kepada orang yang dianggab mampu memimpin dan membawa Landak kearah perubahan yang semakin baik, baik secara ekonomi, social, budaya, politik dan lain sebagainya demi kepentingan kesejahteraan masyarakat Landak itu sendiri.
Pelibatan aktif pemuda/i landak pada umumnya pemuda/i Dayak khususnya untuk ikut ambil bagian dalam memikirkan langkah-langkah strategis mau dibawa kemana landak kedepan sebenarnya. Untuk mewujudkan cita-cita ini apalagi untuk mengarahkan kekuatan pemuda/i menjadi sejalan bukanlah hal yang mudah, namun jika tidak dimulai dari sekarang akan selamanya komponen ini akan berjalan sendiri-sendiri tanpa terorganisir dengan baik.
Berdasarkan pengalaman, keterlibatan pemuda/i dalam politik selama ini cenderung membeo dan mudah terombang-ambing dan dimanfaatkan oleh kepentingan yang tidak jelas, keberpihakkan mereka bukan didasarkan atas kesadaran, tapi lebih pada iming-iming yang bersifat taktis yang tidak visioner sama sekali. Mereka dibuat seolah-olah apa yang mereka lakukan demi kepentingan mereka sendiri serta kesejahteraan orang banyak.
Dengan berbagai kejadian seperti ini kita bisa memaklumi, karena memang kita sadar akibat dari lemahnya pengorganisasian di tataran pemuda/i itu sendiri.
Sedangkan harapan kita sebagai Dayak tentang Landak dan Kalbar 5-10 tahun kedepan dapat dipertahankan ketangan-tangan para pemimpin dayak yang diyakini mampu.
Maka saat ini kita tidak boleh larut dan terlena dengan eforia kemenangan yang diperoleh, tanpa diisi dengan langkah-langkah strategis dia akan kering. Untuk itu, sudah saatnya memulai seperti apa yang dilakukan oleh mereka yang diluar Dayak selama 41 tahun yang silam, terserah mau dikatakan etnosentris, mendirikan tirani atau sebagainya.
Pemuda/i yang akan menjadi generasi penerus, harus mendapatkan pemahaman dan bekal untuk meneruskan cita-cita tersebut.Agar tidak mengandung kontroversi yang terlalu tajam, ini yang terpenting, artinya kita harus mampu memikirkan strategi kearah ini dengan cara-cara yang agak sedikit bermartabat

PENCINTA SEJATI

Oleh Paulus F Samuel

Pecinta sejati mengharafkan kesetiaan, kasih sayang bersandar pada ketulusan, kesababaran menjadi sebuah instrumen yang memberikan atmosfer kedamaian. Lambaian tangan perpisahan bagai sebilah pedang baginya. Mimpi pecinta sejati tak pernah berakhir meski ia larut dalam kesendirian menapaki tidur panjang yang takkan pernah terjaga, hatinya tulus jiwanya suci, pusara cinta menjadi takhta abadi baginya
Sebagian besar hidup manusia senang akan pujian, tampil beda demi sebuah pujian, berbuat sesuatu demi sebuah pujian, segalanya demi sebuah pujianAdakah tangan kiri memberi tanpa diketahui oleh tangan kanan ?Mengapa orang senang dipuji ?Manakala pujian datang dari mulut seorang musuhmu, maka saat itulah pujian menjadi bencana bagimu

KEADILAN LANGIT

Oleh Paulus F Samuel

Pidato-pidato politik, pidato-pidato kenegaraan para pemimpin dari pusat hingga daerah, keadilan yang mereka katakan hanyalah keadilan podium.
Apa sesungguhnya devinisi keadilan yang rakyat inginkan, mereka tidak tahu, keadilan hanya merupakan sebuah sisipan pemanis kata bagi mereka yang rajin mengucapkannya.
Keadilan sesungguhnya sudah tidak ada lagi didunia ini, yang tersisa hanya kemunafikan.
Ketidak adilan yang dirasakan adil, tentu hanya bagi mereka-mereka yang berlaku tidak adil. Ketidak adilan ada memang sejak negara-negara terbentuk diseluruh dunia ini, satu kelompok memisahkan diri dari kelompok lain, keinginan berkuasa lahir dari jiwa-jiwa yang memang merancang diri untuk tidak berbuat adil. Ketidakadilan dimuka bumi ini sudah seperti efek domino, mereka yang dizalimi oleh kelompok berkuasa akan berusaha keras menciftakan berbagai strategi untuk mengahancurkan kelompok berkuasa tersebut, ketika kekuasaan dapat direbut dari tangan mereka, dia akan menjadi penguasa baru, apa yang akan dilakukannnya setelah itu, dia akan melakukan seperti apa yang dilakukan oleh terdahulu terhadap diri dan kelompoknya, maka keadilan yang digaungkan saat mencari simpati menjadi sebuah kata kiasan semata, tidak ada keadilan, yang ada balas dendam.
Jangan berharap mencari keadilan dihati dan tangan-tangan manusia didunia ini, dikalangan yang paling religius sekalipun keadilan sudah sirna, keadilan hanya ada dilangit, kita tidak tahu dimana keadilan itu tersimpan.
Jangankan dilingkungan yang paling luas keadilan akan ada, dikelompok kecil sekalipun keadilan susah didapat, distribusi kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknyapun tidak akan pernah adil. Yang adil hanyalah sebuah ide, karena ide melahirkan devinisi tentang keadilan itu sendiri, maka ketika seseorang menerapkan keadilan yang sesuai dengan devinisi yang dibuatnya, dan dimentahkan oleh devinisi lain, ia akan mencari kebenarannya sendiri dengan menggunakan sebuah teori relatifisme.
Mencarai keadilan ditangan dan hati manusia bagaikan mencari permata didalam bak penampungan kakus yang penuh dengan bau kotoran, sedangkan ketidak adilan didunia ini bagaikan pengguna obat fsikotropika hari demi hari bulan dan tahun ketidak adilan merajai dunia ini semakin meningkat dengan modus yang berbeda-beda.

Ada dongeng tentang pencari keadilan, seorang pengembara naik gunung turun gunung menyusuri lembah tiada mengenal lelah bertahun-tahun lamanya mencari dan terus mencari, semua orang yang dianggabnya arif didatanginya, namun keadilan yang diinginkannya tiada kunjung didapat. Dalam perjalanan panjangnya sang pengembara mendapat informasi bahwa ada seorang yang sangat jujur tinggal diatas pegunungan, mungkin disana keadilan yang ia cari akan didapatkan, berhari-hari lamanya melewati halangan rintangan akhirnya sampai juga ketempat yang dituju.
Sesampainya ditempat tinggal orang tersebut, ia mengutarakan maksud dan tujuannya, mendengar penuturan pengembara tadi, orang arif jujur dan bijaksana tadi tertawa namun raut wajahnya menampakkkan kesedihan yang dalam.
Pengembara bertanya dalam hatinya, apa yang lucu dari saya, dan apa yang saya lakukan sehingga membuat orang ini menjadi sedih ?
Tetapi orang tersebut mengetahui apa yang dipikirkan oleh pengembara, kata orang tua tersebut “ anak muda saya tertawa karena kamu mencari sesuatu yang memang tidak ada, saya bersedih karena kamu percaya pada saya, dan saya tidak dapat memberikan sesuatu yang kamu maksud, kamu lihat keadaan saya sekarang, hidup dalam kesendirian dalam belantara ini”. Tanya pengembara “ tapi orang bilang bapak orang jujur, arif dan bijaksana ?”. kata orang tersebut, “apa yang kamu katakan itu benar, kejujuran, kearifan dan kebijaksanaan yang saya miliki tapi keadilan saya tidak punya, itulah alasan saya hidup menyendiri dibelantara ini.
Kata orang itu lagi, “anak muda, keadilan itu kejam, kalau kamu bisa berbuat kejam, dan menyimpan kata tega, mungkin kamu bisa berbuat adil. Jika kamu mempunyai seseorang yang sangat kamu kasihi dan kamu sayangi melakukan kesalahan pada orang lain hingga menghilangkan nyawa orang lain tersebut, maka jika kamu ingin berbuat adil lakukanlah seperti apa yang diperbuatnya terhadap orang lain itu, itupun kamu tidak akan disebut sebagai orang yang adil, bahkan kamu akan dijuluki orang yang kejam. Anak muda... renungkanlah.... bahwa keadilan sesungguhnya tidak ada, keadilan itu hanya ada dilangit, keadilan yang ada didunia ini hanya keadilan sepihak, orang yang menyebutnya adil karena ia diuntungkan dengan keputusan, tetapi orang yang dirugikan akan menyebut kamu tidak adil.
Sekarang saya tidak punya siapa-siapa lagi, anak dan isteri saya, saya bunuh karena mereka juga membunuh. Pengembara terdiam sejenak, saat itu ia mengerti bahwa keadilan memang tidak ada, seketika ia terjaga dari tidur dan mimpi panjangya.

Dari ilustrasi ceritera pengembara tadi menggambarkan betapa sulitnya mencari keadilan, bahkan untuk berbuat keadilan menjadi sebuah pilihan yang sulit, keadilan hakiki hanya ada dalam sebuah ide, mudah diucapkan namun sulit untuk dilaksanakan.
Keadilan yang diucapkan oleh dan dari rezim kuasa satu berpindah dari rezim kuasa lainnya merupakan kebalikan dari keadilan yang tergambar dalam siklus spiral, yang diambil perbedaannya besar dan kecil lingkaran ketidak adilan serta motif yang dilakukan berbeda-beda, toh yang terjadi tetap tidak adil.
Menyebut keadilan bagi banyak orang sama mudahnya dengan menyebut kata demokrasi, sesungguhnya kedua-duanya sama-sama terkurung dalam sebuah bola kristal. Yang membuat keadilan dan demokrasi tidak dapat diimplementasikan dengan baik dan benar adalah rasa ketakutan, rasa ketakutan akan kehilangan kekuasaan, rasa ketakutan akan kehilangan simpati, rasa ketakuta untuk dikritik dan lain sebagainya, jadi intinya bola kristal yang mengkungkung keadilan dan demokrasi tersebut adalah rasa ketakutan.
Keadilan dan demokrasi yang dipraktikkan pada setiap berlangsungnya pesta demokrasi, adalah pemaksaan kehendak, memaksakan orang untuk berperan sebagai protagonis, memaksakan orang untuk memahami dirinya sendiri, serta berusaha menjadikan orang bermain dalam ruang dan waktu kemunafikan demi kepentingan diri dan kelompok terdekatnya. Keadilan sangat mahal dan susah dicari, keadilan hanya dimiliki oleh Tuhan dan oleh setiap orang yang menyebut adil, karena adil menurut saya belum tentu adil menurut anda-anda semua. Keadilan bersama sudah tidak ada lagi, keadilan yang masih tersisa tinggal keadilan yang mempunyai terjemahan bebas tanpa batas.

Sabtu, 05 April 2008

Perkembangan Sosialisme Dari Utopi Menjadi Ilmu

Surat Edaran Marx dan Engels

Oleh Frederick Engels (1880)

I

Sosialisme modern pada hakekatnya adalah, di satu pihak, produk langsung dari pengakuan atas antagonisme-antagonisme kelas yang ada di dalam masyarakat sekarang antara kaum pemilik dengan kaum bukan-pemilik, antara kaum kapitalis dengan kaum buruh-upahan; di lain pihak, dari pengakuan atas anarki yang ada di dalam produksi. Tetapi, dalam bentuk teorinya, Sosialisme modern semula nampaknya seolah-olah sebagai perluasan yang lebih logis dari prinsip-prinsip yang diletakkan oleh ahli-ahli filsafat besar Perancis abad ke-18. Seperti setiap teori yang baru, Sosialisme modern juga mula-mula harus menghubungkan diri dengan persediaan-barang intelek yang telah tersedia, betapapun juga dalamnya akar-akarnya itu terletak di dalam fakta-fakta ekonomi materiil.

Orang-orang besar, yang di Perancis mempersiapkan pikiran orang-orang untuk revolusi yang mendatang, itu sendiri adalah kaum revolusionis yang ekstrim. Mereka tidak mengakui otoritet luar macam apapun juga. Agama, ilmu alam, masyarakat, lembaga-lembaga politik — segala-galanya kena kritik yang paling tidak kenal belas kasihan: semuanya harus membuktikan hak hidupnya di muka pengadilan akal atau melepaskannya. Akal menjadi satu-satunya ukuran bagi segala-galanya. Ini adalah masa ketika, seperti kata Hegel, dunia berdiri di atas kepalanya[1]; pertama dalam arti bahwa kepala manusia, dan prinsip-prinsip yang dicapai oleh pikirannya, dikatakan sebagai dasar dari segala tindakan dan pergaulan manusia; tetapi kemudian, juga dalam arti yang lebih luas bahwa realitet yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ini, sebenarnya, harus dijungkirbalikkan. Setiap bentuk masyarakat dan pemerintah yang ada pada waktu itu, setiap gagasan lama yang tradisionil dibuang ke dalam gudang barang rombengan sebagai tidak rasionil; dunia hingga kini telah membiarkan dituntun semata-mata oleh prasangka-prasangka; segala sesuatu di masa lampau hanya patut dikasihani dan dicemoohkan. Kini, untuk pertama kalinya, menyingsing fajar, kerajaan akal; mulai sekarang takhayul, ketidakadilan, hak istimewa, penindasan, harus diganti dengan kebenaran abadi, keadilan abadi, persamaan berdasarkan Alam serta hak-hak manusia yang tak dapat diganggu-gugat.

Kita sekarang tahu bahwa kerajaan akal ini tidak lebih daripada kerajaan borjuasi yang diidealisasi; bahwa Keadilan abadi ini menemukan realisasinya dalam peradilan borjuis; bahwa persamaan ini telah memerosotkan diri pada persamaan borjuis di muka undang-undang; bahwa hak milik borjuis telah diproklamasikan sebagai salah satu hak hakiki manusia; dan bahwa pemerintahan akal, Kontrak Sosial Rousseau, telah dan hanya bisa lahir sebagai suatu republik borjuis demokratis. Ahli pikir-ahli pikir besar abad ke-18, seperti juga pendahulu-pendahulu mereka, tidak dapat melampaui batas-batas yang diletakkan pada mereka oleh zaman mereka.

Tetapi, berdampingan dengan antagonisme di antara kaum ningrat feodal dengan kaum wargakota, yang menyatakan mewakili seluruh masyarakat yang selebihnya, terdapat antagonisme umum antara kaum penghisap dengan kaum terhisap, antara orang-orang kaya yang tak bekerja dengan kaum buruh yang miskin. Justru keadaan inilah yang memungkinkan wakil-wakil borjuasi mengajukan diri sebagai mewakili bukan satu kelas khusus, melainkan seluruh umat manusia yang menderita. Lebih lanjut lagi. Dari sejak lahirnya borjuasi dibebani oleh antitesanya: kaum kapitalis tidak bisa ada tanpa kaum buruh-upahan dan, dengan makin berkembangnya wargakota-gilda zaman pertengahan menjadi borjuis modern, maka tukang-pembantu gilda dan buruh-harian di luar gilda-gilda berkembang menjadi proletar. Dan meskipun, pada umumnya, dalam perjuangan mereka melawan kaum ningrat borjuasi dapat menyatakan mewakili dalam pada itu juga kepentingan-kepentingan berbagai kelas buruh pada periode itu, namun di dalam setiap gerakan borjuis yang besar terdapat letusan-letusan bebas dari kelas itu yang merupakan pelopor, yang sedikit atau banyak maju, dari proletariat modern. Misalnya, kaum Anabaptis[2] dan Thomas Münzer pada masa Reformasi Jerman dan Perang Tani; kaum Leveller[3] dalam Revolusi besar Inggris; Babeuf, dalam Revolusi besar Perancis.

Ada pernyataan-pernyataan teori yang sesuai dengan pemberontakan-pemberontakan revolusioner ini dari suatu kelas yang belum berkembang; dalam abad-abad ke-16 dan ke-17, gambaran-gambaran utopis tentang keadaan-keadaan sosial yang dicita-citakan[4]; dalam abad ke-18, teori-teori Komunis yang betul-betul (Morely dan Mably). Tuntutan akan persamaan tidak lagi terbatas pada hak-hak politik; ia diperluas juga sampai pada syarat-syarat sosial individu-individu. Bukan hanya hak-hak istimewa kelas saja yang harus dihapuskan, tetapi juga perbedaan-perbedaan kelas itu sendiri. Suatu Komunisme, yang bersifat ketapaan, yang menolak semua kesenangan hidup, yang bersifat Spartan, adalah bentuk pertama dari ajaran baru itu. Kemudian muncul tiga orang Utopis besar: Saint-Simon, yang baginya gerakan kelas-tengah, berdampingan dengan gerakan proletar, masih mempunyai arti tertentu; Fourier; dan Owen, yang di negeri di mana produksi kapitalis sangat maju, dan di bawah pengaruh antagonisme-antagonisme yang dilahirkannya, mengembangkan usul-usulnya untuk menghilangkan perbedaan kelas secara sistematis dan dalam hubungan langsung dengan materialisme Perancis.

Satu hal adalah sama bagi semua ketiga-tiganya. Tidak satupun dari mereka itu tampil sebagai wakil kepentingan-kepentingan proletariat yang sementara itu telah dihasilkan oleh perkembangan sejarah. Seperti ahli-ahli filsafat Perancis, mereka tidak menyatakan akan membebaskan suatu kelas tertentu mula-mula, tetapi seluruh umat manusia sekaligus. Seperti mereka, ketiga tokoh itu juga ingin mendatangkan kerajaan akal dan keadilan abadi, tetapi kerajaan ini, menurut hemat mereka, adalah jauh dari kerajaan ahli-ahli filsafat Perancis, sama jauhnya seperti dari bumi ke langit.

Karena, bagi ketiga pembaru sosial kita itu, dunia borjuis, yang berdasarkan prinsip-prinsip para ahli filsafat ini, adalah sangat tidak rasionil dan tidak adil dan, oleh karenanya, menemukan jalannya ke lubang sampah sama sangat gampangnya seperti feodalisme dan semua tingkat masyarakat yang terdahulu. Jika akal murni serta keadilan sampai sekarang belum memerintah dunia, hal ini hanya karena manusia belum memahaminya secara benar. Apa yang dibutuhkan ialah seorang zeni yang kini telah muncul dan yang memahami kebenaran. Bahwa ia kini telah muncul, bahwa kebenaran kini telah dimengerti dengan jelas, bukanlah suatu kejadian yang tak dapat dielakkan, yang menurut keharusan di dalam rangkaian perkembangan sejarah, melainkan hanyalah suatu kejadian secara kebetulan yang menggembirakan. Ia bisa juga dilahirkan 500 tahun lebih cepat dan dengan demikian telah dapat menyelamatkan umat manusia 500 tahun lamanya dari kesalahan, perjuangan dan penderitaan.

Kita telah melihat bagaimana ahli-ahli filsafat Perancis dari abad ke-18, pelopor-pelopor Revolusi, menarik perhatian orang kepada akal sebagai satu-satunya hakim dari semua yang ada. Suatu pemerintah yang rasionil, masyarakat yang rasionil, harus didirikan; segala sesuatu yang berlawanan dengan akal yang abadi harus ditiadakan dengan tak kenal belas kasihan. Kita melihat pula bahwa akal yang abadi ini pada hakekatnya tidaklah lain daripada pengertian yang diidealisasi dari wargakota abad ke-18, yang ketika itu sedang berkembang menjadi borjuis. Revolusi Perancis telah melaksanakan masyarakat dan pemerintah yang rasionil ini.

Tetapi keadaan yang baru itu, yang cukup rasionil jika dibanding dengan keadaan-keadaan yang terdahulu, ternyata sekali-kali tidak rasionil secara absolut. Negara yang berdasarkan akal itu sama sekali ambruk. Kontrak Sosial Rousseau telah menemukan pelaksanaannya dalam Pemerintahan Terror, dari mana borjuasi, yang telah kehilangan kepercayaan kepada kesanggupan politik mereka sendiri, telah mencari tempat berlindung mula-mula pada pengkorupsian Direktorat dan, akhirnya, di bawah sayap despotisme Napoleontis. Perdamaian abadi yang dijanjikan berubah menjadi perang penaklukkan yang tiada akhirnya. Masyarakat yang berdasarkan akal ternyata tidak lebih baik. Antagonisme antara kaya dan miskin, bukannya lebur menjadi kemakmuran yang umum, malahan telah menjadi diperhebat dengan dihapuskannya hak-hak istimewa gilda dan hak-hak istimewa lainnya, yang hingga batas-batas tertentu telah menjembataninya, dan dengan ditiadakannya lembaga-lembaga amal dari Gereja, “Kemerdekaan milik” dari belenggu-belenggu feodal, yang kini sungguh-sungguh telah tercapai, ternyata bagi kaum kapitalis kecil dan kaum pemilik kecil merupakan kemerdekaan untuk menjual milik mereka yang kecil, yang tergilas di bawah persaingan yang menguasai dari kapitalis-kapitalis besar dan tuan-tuan tanah besa, kepada tuan-tuan besar ini dan, dengan begitu, bagi kapitalis-kapitalis kecil dan pemilik-pemilik tani kecil, menjadi “kemerdekaan dari milik”. Perkembangan industri atas dasar kapitalis membuat kemiskinan dan kesengsaraan massa pekerja menjadi syarat-syarat bagi hidupnya masyarakat. Pembayaran tunai, menurut kata-kata Carlyle, kian lama kian menjadi satu-satunya pertalian antara manusia dengan manusia. Jumlah kejahatan meningkat dari tahun ke tahun. Dulu, kejahatan-kejahatan feodal secara terang-terangan berjalan dengan gagahnya di siang hari cerah; sekarang meskipun tidak dibasmi, setidak-tidaknya kejahatan-kejahatan itu telah didesak ke belakang. Sebagai gantinya, kejahatan-kejahatan borjuis yang selama ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, mulai berkembang mekar dengan semakin subur lagi. Perdagangan kian lama kian menjadi bersifat penipuan. “Persaudaraan” dari semboyan revolusioner dilaksanakan dalam penipuan dan kongkruensi dari pergulatan persaingan. Penindasan dengan kekerasan telah diganti dengan penyuapan; pedang, sebagai pengungkit kemasyarakatan yang pertama, diganti dengan emas. Hak malam pertama telah diserahkan dari tuan-tuan feodal kepada tuan-tuan pabrik borjuis. Pelacuran meningkat hingga batas yang belum pernah terdengar sebelumnya. Perkawinan itu sendiri, seperti dulu, tetapi merupakan bentuk pelacuran yang diakui menurut undang-undang, jubah resmi pelacuran, dan lagipula, ditambah dengan panen perzinahan yang tumpah-ruah.

Pendek kata, dibanding dengan janji-janji yang bagus-bagus dari para ahli filsafat, lembaga-lembaga sosial dan politik yang lahir dari “kemenangan akal” itu merupakan karikatur-karikatur yang pahit mengecewakan. Yang kurang ialah orang-orang yang untuk merumuskan kekecewaan ini, dan mereka muncul pada pergantian abad. Dalam tahun 1802 surat-surat Jenewa dari Saint-Simon terbit; dalam tahun 1808 keluarlah karya pertama Fourier; meskipun dasar teorinya mulai sejak dari tahun 1799; pada 1 Januari 1800, Robert Owen mengambil pimpinan New Lanark.

Akan tetapi, pada waktu itu cara produksi kapitalis, dan bersama dengannya antagonisme antara borjuasi dengan proletariat, masih berkembang dengan sangat tidak sempurnanya. Industri Modern, yang baru saja timbul di Inggris, masih belum dikenal di Perancis. Tetapi Industri Modern, di satu pihak, mengembangkan bentrokan-bentrokan yang membikin suatu revolusi di dalam cara produksi menjadi mutlak perlu, serta peniadaan wataknya yang kapitalis — bentrokan-bentrokan tidak hanya di antara kelas-kelas yang dilahirkan olehnya, tetapi juga antara tenaga-tenaga produktif dengan bentuk-bentuk pertukaran itu sendiri yang diciptakannya. Dan, di pihak lain, ia mengembangkan di dalam tenaga-tenaga produktif yang raksasa itu sendiri alat-alat untuk mengakhiri bentrokan-bentrokan ini. Karena itu jika pada sekitar tahun 1800 konflik-konflik yang timbul dari susunan kemasyarakatan yang baru itu baru saja mulai mengambil bentuk, maka hal ini berlaku lebih sepenuhnya lagi bagi alat-alat untuk mengakhirinya . Massa “yang tidak mempunyai apa-apa” di Paris selama Pemerintahan Teror telah mampu untuk sebentar memegang kekuasaan, dan dengan demikian memimpin revolusi borjuis ke arah kemenangan bertentangan dengan kehendak borjuasi itu sendiri. Tetapi, dengan berbuat demikian, mereka hanya membuktikan betapa tidak mungkinnya bagi kekuasaan mereka untuk bertahan di bawah syarat-syarat yang terdapat ketika itu. Proletariat, yang pada waktu itu untuk pertama kalinya mengembangkan diri dari massa “yang tidak mempunyai apa-apa” ini sebagai inti dari suatu kelas baru, masih sama sekali belum mampu menjalankan aksi politik yang bebas, tampil sebagai kaum yang tertindas, yang menderita, yang baginya, dalam ketidaksanggupannya untuk menolong diri sendiri, bantuan bisa didatangkan paling banter dari luar atau dari atas.

Situasi sejarah demikian ini juga menguasai pendiri-pendiri Sosialisme. Teori-teori yang belum matang bersesuaian dengan syarat-syarat produksi kapitalis yang belum matang dan syarat-syarat kelas yang belum matang. Pemecahan masalah-masalah sosial, yang masih tersembunyi di dalam syarat-syarat ekonomi yang belum berkembang, diusahakan oleh kaum utopis untuk mengembangkannya dari otak manusia. Masyarakat menyajikan tidak lain kecuali ketidakadilan; untuk menghilangkan ketidakadilan-ketidakadilan ini adalah tugas akal. Maka itu perlu menemukan suatu sistem susunan kemasyarakatan yang baru dan lebih sempurna serta mendesakkannya kepada masyarakat dari luar dengan propaganda dan, di mana mungkin, dengan teladan percobaan-percobaan yang bisa dijadikan model. Sistem-sistem kemasyarakatan yang baru ini ditakdirkan sebagai utopis; semakin lengkap sistem-sistem ini dikerjakan secara merinci, semakin tidak mungkin mereka mengelakkan diri hanyut ke dalam fantasi-fantasi belaka.

Sekali fakta-fakta ini ditetapkan, kita tidak perlu membicarakan lebih lama lagi segi ini dari masalah tersebut, yang kini sama sekali sudah termasuk masa lampau. Kita dapat menyerahkannya kepada orang-orang literer kecil untuk dengan khidmat beradu lidah mengenai fantasi-fantasi ini, yang kini hanya membuat kita tersenyum, dan untuk menggembar-gemborkan keunggulan daya-berpikir mereka sendiri yang gundul jika dibanding dengan “kegilaan” semacam itu. Bagi kita sendiri, kita bergembira atas pikiran-pikiran dan benih-benih pikiran agung yang sangat mengagumkan yang di mana-mana meletus dari selubung mereka yang fantastis dan yang terhadap pikiran-pikiran ini kaum pilistin (orang-orang yang picik pandangannya — Red. JP) buta.

Saint-Simon adalah putra Revolusi besar Perancis, yang pada saat meletusnya ia belum lagi berusia tiga puluh tahun. Revolusi itu adalah kemenangan pangkat ketiga, yaitu, massa yang luas dari nasion, yang bekerja dalam produksi dan perdagangan, atas kelas-kelas yang tidak bekerja yang berhak istimewa, kaum ningrat dan kaum pendeta. Tetapi kemenangan pangkat ketiga itu segera memperlihatkan diri sebagai semata-mata kemenangan sebagian kecil dari “pangkat” ini, sebagai perebutan kekuasaan politik oleh bagiannya yang berhak istimewa di lapangan sosial, yaitu, borjuasi yang bermilik. Dan borjuasi sudah barang tentu telah berkembang dengan cepat selama Revolusi, sebagian melalui spekulasi atas tanah-tanah kaum bangsawan dan Gereja yang disita dan kemudian dijual, dan sebagian karena penipuan-penipuan terhadap nasion melalui kontrak-kontrak militer. Adalah kekuasaan penipu-penipu ini yang telah membawa Perancis, di bawah Direktorat, ke tepi jurang keruntuhan dan dengan demikian memberikan dalih kepada Napoleon untuk melakukan kudeta-nya.

Dari itu bagi Saint-Simon antagonisme antara pangkat ketiga dengan kelas-kelas yang berhak istimewa itu mengambil bentuk antagonisme antara “pekerja” dengan “orang-orang yang tak bekerja”. Orang-orang yang tak bekerja itu tidak hanya kelas-kelas lama yang berhak istimewa, tetapi juga semua orang yang tanpa mengambil sesuatu bagian dalam produksi atau distribusi hidup atas pendapatan-pendapatan mereka. Dan kaum pekerja itu bukan hanya kaum buruh-upahan, tetapi juga tuan-tuan pabrik, pedagang-pedagang, bankir-bankir. Bahwasanya orang-orang yang tidak bekerja itu telah kehilangan kemampuan untuk memegang pimpinan intelektuil dan kekuasaan politik telah dibuktikan dan akhirnya telah diputuskan oleh Revolusi. Bahwa kelas-kelas yang tak bermilik itu tidak mempunyai kemampuan ini agaknya bagi Saint-Simon telah dibuktikan oleh pengalaman-pengalaman Pemerintahan Teror. Lalu, siapakah yang harus memimpin dan memerintah? Menurut Saint-Simon ilmu dan industri, yang kedua-duanya dipersatukan oleh ikatan agama baru, ditakdirkan untuk memulihkan persatuan ide-ide agama yang telah hilang sejak masa Reformasi — suatu “agama Kristen baru” yang mesti bersifat mistik dan kaku hierarkinya. Tetapi ilmu, itu adalah kaum terpelajar; dan industri, itu pertama-tama, adalah borjuis pekerja, tuan-tuan pabrik, pedagang-pedagang, bankir-bankir. Borjuis ini sudah tentu dikehendaki oleh Saint-Simon supaya mengubah diri menjadi semacam pegawai-pegawai umum, semacam wali-wali sosial; tetapi mereka toh harus memegang kedudukan memerintah dan berhak istimewa dalam ekonomi terhadap kaum buruh. Bankir-bankir terutama harus diminta untuk memimpin seluruh produksi sosial melalui peraturan kredit. Konsepsi ini tepat sesuai dengan masa di mana Industri Modern di Perancis dan, bersamanya, jurang antara borjuasi dengan proletariat baru saja lahir. Tetapi apa yang terutama sekali ditekankan oleh Saint-Simon ialah ini: yang menarik perhatiannya pertama-tama dan di atas segala sesuatu lainnya, ialah nasib kelas yang paling banyak jumlahnya dan yang paling miskin (“la classe la plus nombreuse et la plus pauvre”).

Sudah dalam surat-surat Jenewanya, Saint-Simon menetapkan dalil bahwa “semua orang harus bekerja.” Dalam karyanya yang sama itu juga dia mengakui pula bahwa Pemerintahan Teror adalah pemerintahan massa yang tak bermilik. “Lihatlah”, katanya kepada mereka, “apa yang terjadi di Perancis pada waktu kawan-kawan kalian memegang kekuasaan di sana; mereka menimbulkan kelaparan”. Tetapi untuk mengakui Revolusi Perancis sebagai suatu perang kelas, dan bukan perang kelas semata-mata antara kaum bangsawan, borjuasi dan kaum tak bermilik, dalam tahun 1802, merupakan suatu penemuan yang sangat besar artinya. Dalam tahun 1816 dia menyatakan bahwa politik adalah ilmu tentang produksi dan meramalkan diserapnya sama sekali politik oleh ekonomi. Pengetahuan bahwa syarat-syarat ekonomi merupakan dasar dari lembaga-lembaga politik di sini baru muncul dalam bentuk embrio. Tetapi apa yang di sini sudah sangat jelas dinyatakan ialah ide tentang perubahan kekuasaan politik atas manusia di masa depan menjadi administrasi dari barang-barang dan pimpinan atas proses-proses produksi, artinya “penghapusan negara” yang akhir-akhir ini telah begitu banyak diributkan orang.

Saint-Simon memperlihatkan keunggulan yang sama atas rekan-rekannya sezaman, ketika dalam tahun 1814, segera setelah masuknya sekutu ke Paris, dan sekali lagi dalam tahun 1815, selama Perang Seratus Hari, dia memproklamasikan persekutuan Perancis dengan Inggris, dan kemudian persekutuan kedua negeri ini dengan Jerman, sebagai satu-satunya jaminan bagi perkembangan yang makmur dan perdamaian di Eropa. Untuk mengkhotbahkan kepada bangsa Perancis dalam tahun 1815 suatu persekutuan dengan pemenang-pemenang Waterloo, diperlukan keberanian yang sama seperti halnya pandangan ke depan sejarah.

Jika pada diri Saint-Simon kita menemukan keluasan pandangan yang lapang, yang oleh karenanya hampir semua ide dari orang-orang Sosialis kemudian yang tidak mutlak bersifat ekonomi terdapat padanya dalam bentuk embrio, kita dapati pada Fourier suatu kritik terhadap keadaan-keadaan masyarakat yang ada, kritik yang sungguh-sungguh bersifat Perancis dan jenaka, tetapi tidak karena itu menjadi kurang mendalam. Fourier memegang borjuasi, nabi-nabi mereka yang bersemangat sebelum Revolusi, dan penyanjung-penyanjung mereka yang berkepentingan sesudahnya, pada kata-kata mereka sendiri. Tanpa belas kasihan dia menelanjangi kemiskinan materiil dan moril dunia borjuis. Dia mengkonfrontasikannya dengan janji-janji dulu yang menyilaukan dari ahli-ahli filsafat mengenai masyarakat di mana akal saja yang akan memerintah, mengenai peradaban di mana kebahagiaan akan bersifat universal, mengenai kesempurnaan manusia yang tak terbatas, dan dengan kata-kata indah dari ideologis-ideologis borjuis zamannya. Ditunjukkannya betapa di mana-mana kenyataan yang sangat menyedihkan sesuai dengan kata-kata yang sangat muluk-muluk, dan dia mengeroyok kegagalan yang tiada harapan lagi dari kata-kata ini dengan sarkasmenya yang pedas-tajam.

Fourier bukan hanya seorang kritikus; sifatnya yang tenang dingin-kepala membuat dia menjadi seorang satiris, dan pastilah salah seorang satiris yang terbesar dari segala zaman. Digambarkannya, dengan sama kuat dan menawannya, spekulasi-spekulasi yang menipu yang bekembang subur di atas keruntuhan Revolusi, dan semangat tukang warung yang umum dan karakteristik pada perdagangan Perancis pada waktu itu. Lebih-lebih hebat lagi ialah kritiknya terhadap bentuk hubungan-hubungan borjuis di antara jenis kelamin, dan kedudukan wanita dalam masyarakat borjuis. Dialah yang pertama menyatakan bahwa di dalam sesuatu masyarakat tertentu tingkat emansipasi wanita adalah ukuran yang wajar dari emansipasi umum.

Tetapi Fourier berada pada puncaknya dalam konsepsinya tentang sejarah masyarakat. Dia membagi seluruh jalannya sejarah, hingga kini, menjadi empat tingkatan evolusi — kebiadaban, barbarisme, patriarkat dan peradaban. Yang terakhir ini adalah identik dengan apa yang dinamakan masyarakat sipil atau masyarakat borjuis dewasa ini — yaitu, dengan susunan kemasyarakatan yang datang bersama abad ke-16. Dia membuktikan bahwa “tingkatan yang beradab mengangkat setiap kejahatan yang dipraktekkan oleh barbarisme dalam bentuk sederhana menjadi suatu bentuk eksistensi yang rumit, bermakna-rangkap, menyangsikan, munafik — bahwa peradaban bergerak dalam “suatu lingkaran tak berujung-pangkal”, dalam kontradiksi-kontradiksi yang senantiasa direproduksinya tanpa dapat memecahkannya; sebab itu ia senantiasa sampai justru pada kebalikan dari yang hendak dicapainya, atau yang pura-pura hendak dicapainya, sehingga, misalnya, “di bawah peradaban kemiskinan dilahirkan oleh kelimpah-ruahan itu sendiri.”

Fourier, seperti kita lihat, menggunakan metode dialektik dengan cara yang ulungnya seperti rekan sezamannya, Hegel. Dengan menggunakan dialektika yang sama ini dia membantah omongan tentang kesempurnaan manusia yang tak terbatas, bahwa setiap fase sejarah mempunyai masa menaik dan juga menurunnya dan dia menerapkan peninjauan ini pada masa depan seluruh umat manusia. Seperti Kant memasukkan dalam ilmu alam ide tentang kehancuran terakhir bumi, maka Fourier juga memasukkan ke dalam ilmu sejarah ide tentang kehancuran terakhir umat manusia.

Sementara di Perancis badai Revolusi menyapu negeri, di Inggris berlangsung suatu revolusi yang lebih tenang, tetapi bukan karena itu lalu menjadi kurang hebat. Mesin uap dan mesin baru membuat perkakas sedang mengubah manufaktur menjadi industri modern, dan dengan demikian merevolusikan seluruh dasar masyarakat borjuis. Kemajuan yang lembam dari perkembangan periode manufaktur berubah menjadi “Sturm und Drang” (masa perjuangan dan pergolakan) yang sungguh-sungguh. Dengan kecepatan yang senantiasa bertambah besar perpecahan masyarakat menjadi kaum kapitalis besar dan kaum proletar yang tak bermilik berjalan terus. Di antara mereka ini, bukannya kelas-tengah yang stabil dulu, melainkan suatu massa yang tidak stabil dari tukang-tukang dan pomilik-pemilik toko kecil, yaitu bagian penduduk yang paling naik-turun, yang kini hidupnya tak tentu.

Cara produksi yang baru itu masih baru pada permulaan masa menaiknya; ia masih merupakan cara produksi yang normal, teratur — satu-satunya yang mungkin di bawah syarat-syarat yang sedang berlaku. Meskipun demikian, bahkan pada waktu itupun ia sudah menghasilkan keburukan-keburukan sosial yang menyolok — pengelompokan penduduk yang tak bertempat tinggal di bagian-bagian yang paling buruk dari kota-kota besar; pelonggaran semua ikatan moril yang tradisionil, pembawahan patriarchal, hubungan-hubungan kekeluargaan; bekerja terlalu berat, terutama wanita-wanita dan kanak-kanak, sampai pada batas yang mengerikan; demoralisasi sama sekali dari kelas buruh, yang sekonyong-konyong dicampakkan ke dalam keadaan-keadaan yang sama sekali baru, dilemparkan dari pedesaan ke kota, dari pertanian ke industri modern, dari syarat-syarat hidup yang stabil ke syarat-syarat hidup yang tidak stabil yang berubah-ubah dari hari ke hari.

Pada saat yang genting ini tampil ke depan seorang tuan pabrik berusia 29 tahun sebagai seorang pembaru — seorang yang memiliki watak kesederhanaan yang hampir luhur, seperti anak-anak, dan bersamaan dengan itu salah seorang pemimpin manusia yang tidak banyak dilahirkan. Robert Owen telah mengoper ajaran ahli-ahli filsafat materialis: bahwa watak manusia itu, di satu pihak, adalah hasil keturun-temurunan; di pihak lain, hasil lingkungan individu selama hidupnya dan terutama sekali selama masa perkembangannya. Kebanyakan dari kelasnya melihat pada revolusi industri hanya kekacauan dan kekalutan, serta kesempatan untuk memancing di air keruh dan mencari keuntungan-keuntungan besar dengan cepat. Robert Owen melihat pada revolusi industri itu kesempatan untuk mempraktekkan teori kesayangannya dan dengan demikian kesempatan untuk mendatangkan ketertiban pada kekacauan. Dia telah mencobanya dengan sukses, sebagai pengawas dari lima ratus orang lebih di sebuah pabrik di Manchester. Dari 1800 sampai 1829 dia memimpin pabrik tenun besar di New Lanark, di Skotlandia, sebagai rekan pengurus, menurut garis-garis yang sama, tetapi dengan kebebasan bertindak yang lebih besar dan dengan sukses yang memberikan kepadanya nama baik di Eropa. Suatu penduduk, yang semula terdiri dari elemen-elemen yang sangat bermacam-ragam dan yang untuk sebagian terbesar sangat menjadi demoralisasi, suatu penduduk yang berangsur-angsur bertambah besar menjadi 2.500 jiwa, diubahnya menjadi suatu koloni teladan, di mana mabuk-mabukan, polisi, hakim, proses-proses pengadilan, undang-undang kemiskinan, lembaga-lembaga amal, tidak dikenal. Dan semuanya ini hanya dengan menempatkan orang-orang itu dalam keadaan-keadaan yang layak bagi manusia, dan terutama dengan penuh perhatian mendidik angkatan muda. Dia adalah pendiri taman kanak-kanak-taman kanak-kanak dan membuka taman kanak-kanak itu pertama-tama di New Lanark. Pada usia dua tahun anak-anak masuk taman kanak-kanak, di mana mereka demikian bersenang-senang sehingga hampir tak bisa diajak pulang lagi. Sedang saingan-saingannya mempekerjakan orang-orangnya tiga belas atau empat belas jam sehari, di New Lanark hari kerja hanya sepuluh setengah jam. Ketika krisis kapas menghentikan pekerjaan untuk empat bulan lamanya, buruh-buruhnya terus menerima upah mereka yang penuh selama itu. Dan dengan semuanya ini perusahaan naik nilainya lipat dua kali lebih dan sampai pada akhirnya memberikan laba-laba yang besar kepada pemilik-pemiliknya.

Kendatipun semuanya ini Owen tidak merasa puas. Kehidupan yang dia jamin bagi buruh-buruhnya, menurut pandangannya, masih jauh daripada layak bagi manusia. “Orang-orang itu adalah budak-budak dalam kekuasaanku.” Keadaan-keadaan yang secara relatif di mana ia telah menempatkan mereka masih jauh daripada memungkinkan suatu perkembangan yang rasionil dari watak dan intelek ke semua jurusan, apalagi bagi penggunaan secara bebas dari semua kecakapan mereka. “Meskipun demikian, bagian yang bekerja dari penduduk 2.500 jiwa ini setiap harinya menghasilkan kekayaan riil bagi masyarakat sebanyak, kurang dari setengah abad sebelumnya, yang semestinya untuk menciptakannya diperlukan bagian yang bekerja dari penduduk sejumlah 600.000 jiwa. Saya bertanya kepada diri sendiri, apa yang terjadi dengan selisih antara kekayaan yang dikonsumsi oleh 2.500 orang dengan yang semestinya dikonsumsi oleh 600.000 orang itu?"[5]

Jawabnya jelas. Ia telah dipergunakan untuk membayar pemilik-pemilik perusahaan 5% atas kapital yang telah mereka keluarkan, selain £ 300.000 lebih sebagai laba bersih. Dan apa yang berlaku bagi New Lanark lebih-lebih lagi berlaku bagi semua pabrik di Inggris. “Seandainya kekayaan baru ini tidak diciptakan oleh mesin-mesin, yang telah dipergunakan secara tidak sempurna itu, maka peperangan-peperangan di Eropa melawan Napoleon, dan untuk menyokong prinsip-prinsip aristokratis dari masyarakat, tidak dapat dilakukan. Namun demikian, kekuatan baru ini adalah ciptaan kelas buruh."[6] Oleh karena itu, menjadi milik merekalah hasil-hasil dari kekuatan baru ini. Tenaga-tenaga produktif raksasa yang baru diciptakan, yang sampai kini hanya digunakan untuk memperkaya individu-individu dan untuk memperbudak massa, memberikan kepada Owen dasar-dasar untuk suatu pembangunan kembali masyarakat; tenaga-tenaga produktif itu ditakdirkan, sebagai milik umum dari semua, untuk dikerjakan bagi kesejahteraan bersama semua orang.

Komunismenya Owen adalah beralaskan dasar perusahaan ini semata-mata, hasil, boleh dikatakan, dari perhitungan dagang. Seluruhnya, ia mempertahankan watak praktis ini. Demikianlah, dalam tahun 1823 Owen mengusulkan peringanan bagi kesengsaraan di Irlandia dengan koloni-koloni Komunis dan menyusun anggaran yang lengkap dari ongkos-ongkos pembangunannya, pengeluaran setiap tahun dan pendapatan yang mungkin. Dan dalam rencananya yang pasti untuk masa depan, pengerjaan teknis dari detail-detail dilakukan dengan pengetahuan yang begitu praktis — peta dasar (platte grond), bagian depan dan samping serta pemandangan-pemandangan yang nampak dari atas termasuk semuanya — sehingga metode perubahan sosial dari Owen sekali diterima, maka dari pendirian praktis sedikit yang bisa dicela terhadap penyelenggaraan yang sebenarnya dari hal-hal yang kecil-kecil itu.

Kemajuannya ke arah Komunisme adalah titik balik dalam kehidupan Owen. Selama dia hanya seorang pilantropis (dermawan) saja, dia mendapat ganjaran tidak lain daripada kekayaan, tepuk tangan, kehormatan dan kemuliaan. Dia adalah orang yang paling populer di Eropa. Tidak hanya orang-orang dari kelasnya sendiri, tetapi juga negarawan-negarawan serta pangeran-pangeran mendengarkan dia dengan setuju. Tetapi ketika dia tampil keluar dengan teori-teori Komunisnya itu adalah soal yang lain sama sekali. Tiga rintangan besar menurut dia yang terutama menghalangi jalan ke arah perubahan kemasyarakatan: hak milik perseorangan, agama, bentuk perkawinan yang sekarang. Dia tahu apa yang akan dihadapinya jika ia menyerang semuanya ini — keadaan dibuang dan tidak dilindungi undang-undang lagi, pengeluaran dari masyarakat resmi, kehilangan seluruh kedudukan sosialnya. Tetapi tidak satupun dari semua ini yang menghalangi dia untuk menyerangnya tanpa takut akan akibat-akibatnya dan apa yang telah dia ramalkan terjadi. Dibuang dari masyarakat resmi, dengan komplotan bungkam terhadap dia dalam pers, jatuh bangkrut karena eksperimen-eksperimen Komunisnya yang tidak berhasil di Amerika, di mana dia telah mengorbankan semua kekayaannya, dia langsung berbalik kepada kelas buruh dan terus bekerja di tengah-tengah mereka selama tiga puluh tahun. Setiap gerakan sosial, setiap kemajuan yang nyata di Inggris untuk kepentingan kaum buruh berhubungan dengan nama Robert Owen. Dia memaksakan dalam tahun 1819, sesudah lima tahun berjuang, undang-undang pertama yang membatasi jam kerja bagi wanita dan anak-anak di pabrik-pabrik. Dia menjadi presiden Kongres pertama di mana semua serikat buruh Inggris bersatu dalam satu perserikatan buruh yang besar. Dia memperkenalkan sebagai tindakan-tindakan peralihan ke arah pengorganisasian masyarakat secara Komunis sepenuhnya, di satu pihak, perkumpulan-perkumpulan koperasi untuk perdagangan eceran dan produksi. Hal ini sejak waktu itu, sekurang-kurangnya, telah memberikan bukti praktis bahwa pedagang dan tuan pabrik secara sosial tidak perlu sama sekali. Di pihak lain, dia memperkenalkan pasar-pasar kerja untuk pertukaran hasil-hasil kerja dengan perantaraan uang kertas-kerja, yang kesatuannya ialah satu jam kerja; badan-badan yang mesti gagal, tetapi sepenuhnya mendahului bank pertukaran Proudhon pada masa jauh belakangan, dan berlainan sama sekali dengan ini dalam hal bahwa ia tidak menyatakan diri sebagai obat mujarab bagi segala penyakit masyarakat, tetapi hanya sebagai langkah pertama ke arah revolusi masyarakat yang jauh lebih radikal.

Cara berpikir dari Utopis itu untuk waktu yang lama telah menguasai ide-ide sosialis dari abad ke-19 dan masih menguasai beberapa diantaranya. Sampai akhir-akhir inipun semua Sosialis Perancis dan Inggris masih menghormatinya. Komunisme Jerman yang terdahulu, termasuk Komunisme Weitling, adalah dari mazhab yang sama. Bagi semuanya ini Sosialisme adalah merupakan pernyataan kebenaran absolute, akal dan keadilan, dan hanya harus ditemukan untuk menaklukkan seluruh dunia berdasarkan kekuatannya sendiri. Dan karena kebenaran absolute itu tidak bergantung pada waktu, ruang dan pada perkembangan sejarah manusia, maka hanyalah merupakan suatu kejadian yang kebetulan apabila dan di mana ia ditemukan. Dengan semuanya ini maka kebenaran absolut, akal dan keadilan adalah berbeda pada pendiri setiap mazhab yang berlain-lain. Dan karena tiap-tiap macam yang khusus dari kebenaran absolut, akal dan keadilan dari seseorang juga ditentukan oleh pengertiannya yang subyektif, syarat-syarat kehidupannya, ukuran pengetahuannya dan pendidikan inteleknya, maka tidaklah ada kesudahan lain yang mungkin dalam konflik di antara kebenaran-kebenaran absolut ini daripada bahwa mereka akan saling mengecualikan. Maka itu, tidaklah lain yang dapat keluar dari sini kecuali semacam Sosialisme rata-rata yang eklektis, yang sesungguhnya sampai sekarang menguasai pikiran sebagian besar kaum buruh Sosialis di Perancis dan Inggris. Karena itu, suatu campur-aduk yang mengizinkan adanya sangat bermacam-macam corak pendapat; suatu campur-aduk dari pernyataan-pernyataan kritis, teori-teori ekonomi, gambaran-gambaran tentang masyarakat di masa depan dari pendiri-pendiri dari lain-lain sekte yang membangkitkan perlawanan yang sekecil-kecilnya; suatu campur-aduk yang semakin mudah dimuaikan semakin pastilah ujung-ujung yang tajam dari satu-satu bagiannya tergosok dalam arus perdebatan, bagaikan batu-batu kerikil yang bundar di dalam anak sungai.

Untuk membikin Sosialisme menjadi suatu ilmu, pertama-tama ia harus diletakkan di atas dasar yang riil.


Catatan

1 Inilah bagian tentang Revolusi Perancis: "Pikiran, konsepsi hukum, sekonyong-konyong membikin dirinya terasa, dan untuk menentang ini perancah lama dari ketidakadilan tak dapat bertahan. Karena itu dalam konsepsi hukum ini sekarang telah dibentuk suatu konstitusi dan mulai sekarang segala-sesuatu harus berdasarkan ini. Sejak matahari berada dalam cakrawala dan planet-planet berputar di sekelilingnya, belum pernah nampak pandangan dari orang yang berdiri di atas kepalanya - yaitu, di atas Ide - dan membangun realitet menurut gambaran ini. Anaxagoras mula-mula mengatakan bahwa Nous, akal, memerintah dunia; tetapi sekarang, untuk pertama kali, orang menjadi mengakui bahwa Ide harus memerintah realitet mental. Dan ini adalah matahari terbit yang sangat bagus. Semua makhluk yang berpikir telah ikut-serta dalam merayakan hari suci ini. Suatu emosi yang luhur menguasai manusia pada waktu itu, suatu entusiasme akal memenuhi dunia, seolah-olah sekarang telah tiba perdamaian antara Prinsip Ilahi dengan dunia." (Hegel: Filsafat Sejarah, 1840, halaman 535). Tidakkah sudah tiba waktunya untuk memberlakukan undang-undang anti-Sosialis terhadap ajaran-ajaran sedemikian itu, yang subversif dan membahayakan umum, dari almarhum Profesor Hegel? (Catatan Engels).

2 Kaum Anabaptis (kaum Rebaptis: Pengikut-Pengikut suatu sekte keagamaan yang timbul di Jerman dan Nederland dalam abad ke-16. Selama Perang Tani 1524-1525 kaum Anabaptis, yang kebanyakannya adalah petani-petani, tukang-tukang dan pedagang-pedagang kecil, masuk ke dalam sayap yang paling revolusioner yang dipimpin oleh Thomas Münzer. - Red.

3 Yang dimaksudkan ialah "kaum Leveller sejati" atau "kaum penggali", seperti mereka itu dinamakan, yaitu wakil-wakil dari kepentingan-kepentingan kaum miskin kota dan pedesaan selama revolusi borjuis Inggris abad ke-17. - Red.

4 Yang dimaksud Engels di sini ialah karya-karya Sosialis-Sosialis utopis Thomas More (abad ke-16) dan Tommaso Campanella (abad ke-17). - Red.

5 Dari "Revolusi Dalam Pikiran dan Praktek", halaman 21, sebuah nota yang dialamatkan kepada semua "kaum Republiken merah, Komunis dan Sosialis Eropa", dan dikirimkan kepada pemerintah sementara Perancis, 1848, dan juga "kepada Ratu Victoria serta para penasehatnya yang bertanggungjawab". (Catatan Engels).

6 Catatan, di tempat yang dikutip, halaman 22. (Catatan Engels).


Sumber: http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1880/utopi-ilmu/ch01.htm

Surat Edaran Marx dan Engels

Perkembangan Sosialisme Dari Utopi Menjadi Ilmu

Oleh Frederick Engels (1880)

I

Sosialisme modern pada hakekatnya adalah, di satu pihak, produk langsung dari pengakuan atas antagonisme-antagonisme kelas yang ada di dalam masyarakat sekarang antara kaum pemilik dengan kaum bukan-pemilik, antara kaum kapitalis dengan kaum buruh-upahan; di lain pihak, dari pengakuan atas anarki yang ada di dalam produksi. Tetapi, dalam bentuk teorinya, Sosialisme modern semula nampaknya seolah-olah sebagai perluasan yang lebih logis dari prinsip-prinsip yang diletakkan oleh ahli-ahli filsafat besar Perancis abad ke-18. Seperti setiap teori yang baru, Sosialisme modern juga mula-mula harus menghubungkan diri dengan persediaan-barang intelek yang telah tersedia, betapapun juga dalamnya akar-akarnya itu terletak di dalam fakta-fakta ekonomi materiil.

Orang-orang besar, yang di Perancis mempersiapkan pikiran orang-orang untuk revolusi yang mendatang, itu sendiri adalah kaum revolusionis yang ekstrim. Mereka tidak mengakui otoritet luar macam apapun juga. Agama, ilmu alam, masyarakat, lembaga-lembaga politik — segala-galanya kena kritik yang paling tidak kenal belas kasihan: semuanya harus membuktikan hak hidupnya di muka pengadilan akal atau melepaskannya. Akal menjadi satu-satunya ukuran bagi segala-galanya. Ini adalah masa ketika, seperti kata Hegel, dunia berdiri di atas kepalanya[1]; pertama dalam arti bahwa kepala manusia, dan prinsip-prinsip yang dicapai oleh pikirannya, dikatakan sebagai dasar dari segala tindakan dan pergaulan manusia; tetapi kemudian, juga dalam arti yang lebih luas bahwa realitet yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ini, sebenarnya, harus dijungkirbalikkan. Setiap bentuk masyarakat dan pemerintah yang ada pada waktu itu, setiap gagasan lama yang tradisionil dibuang ke dalam gudang barang rombengan sebagai tidak rasionil; dunia hingga kini telah membiarkan dituntun semata-mata oleh prasangka-prasangka; segala sesuatu di masa lampau hanya patut dikasihani dan dicemoohkan. Kini, untuk pertama kalinya, menyingsing fajar, kerajaan akal; mulai sekarang takhayul, ketidakadilan, hak istimewa, penindasan, harus diganti dengan kebenaran abadi, keadilan abadi, persamaan berdasarkan Alam serta hak-hak manusia yang tak dapat diganggu-gugat.

Kita sekarang tahu bahwa kerajaan akal ini tidak lebih daripada kerajaan borjuasi yang diidealisasi; bahwa Keadilan abadi ini menemukan realisasinya dalam peradilan borjuis; bahwa persamaan ini telah memerosotkan diri pada persamaan borjuis di muka undang-undang; bahwa hak milik borjuis telah diproklamasikan sebagai salah satu hak hakiki manusia; dan bahwa pemerintahan akal, Kontrak Sosial Rousseau, telah dan hanya bisa lahir sebagai suatu republik borjuis demokratis. Ahli pikir-ahli pikir besar abad ke-18, seperti juga pendahulu-pendahulu mereka, tidak dapat melampaui batas-batas yang diletakkan pada mereka oleh zaman mereka.

Tetapi, berdampingan dengan antagonisme di antara kaum ningrat feodal dengan kaum wargakota, yang menyatakan mewakili seluruh masyarakat yang selebihnya, terdapat antagonisme umum antara kaum penghisap dengan kaum terhisap, antara orang-orang kaya yang tak bekerja dengan kaum buruh yang miskin. Justru keadaan inilah yang memungkinkan wakil-wakil borjuasi mengajukan diri sebagai mewakili bukan satu kelas khusus, melainkan seluruh umat manusia yang menderita. Lebih lanjut lagi. Dari sejak lahirnya borjuasi dibebani oleh antitesanya: kaum kapitalis tidak bisa ada tanpa kaum buruh-upahan dan, dengan makin berkembangnya wargakota-gilda zaman pertengahan menjadi borjuis modern, maka tukang-pembantu gilda dan buruh-harian di luar gilda-gilda berkembang menjadi proletar. Dan meskipun, pada umumnya, dalam perjuangan mereka melawan kaum ningrat borjuasi dapat menyatakan mewakili dalam pada itu juga kepentingan-kepentingan berbagai kelas buruh pada periode itu, namun di dalam setiap gerakan borjuis yang besar terdapat letusan-letusan bebas dari kelas itu yang merupakan pelopor, yang sedikit atau banyak maju, dari proletariat modern. Misalnya, kaum Anabaptis[2] dan Thomas Münzer pada masa Reformasi Jerman dan Perang Tani; kaum Leveller[3] dalam Revolusi besar Inggris; Babeuf, dalam Revolusi besar Perancis.

Ada pernyataan-pernyataan teori yang sesuai dengan pemberontakan-pemberontakan revolusioner ini dari suatu kelas yang belum berkembang; dalam abad-abad ke-16 dan ke-17, gambaran-gambaran utopis tentang keadaan-keadaan sosial yang dicita-citakan[4]; dalam abad ke-18, teori-teori Komunis yang betul-betul (Morely dan Mably). Tuntutan akan persamaan tidak lagi terbatas pada hak-hak politik; ia diperluas juga sampai pada syarat-syarat sosial individu-individu. Bukan hanya hak-hak istimewa kelas saja yang harus dihapuskan, tetapi juga perbedaan-perbedaan kelas itu sendiri. Suatu Komunisme, yang bersifat ketapaan, yang menolak semua kesenangan hidup, yang bersifat Spartan, adalah bentuk pertama dari ajaran baru itu. Kemudian muncul tiga orang Utopis besar: Saint-Simon, yang baginya gerakan kelas-tengah, berdampingan dengan gerakan proletar, masih mempunyai arti tertentu; Fourier; dan Owen, yang di negeri di mana produksi kapitalis sangat maju, dan di bawah pengaruh antagonisme-antagonisme yang dilahirkannya, mengembangkan usul-usulnya untuk menghilangkan perbedaan kelas secara sistematis dan dalam hubungan langsung dengan materialisme Perancis.

Satu hal adalah sama bagi semua ketiga-tiganya. Tidak satupun dari mereka itu tampil sebagai wakil kepentingan-kepentingan proletariat yang sementara itu telah dihasilkan oleh perkembangan sejarah. Seperti ahli-ahli filsafat Perancis, mereka tidak menyatakan akan membebaskan suatu kelas tertentu mula-mula, tetapi seluruh umat manusia sekaligus. Seperti mereka, ketiga tokoh itu juga ingin mendatangkan kerajaan akal dan keadilan abadi, tetapi kerajaan ini, menurut hemat mereka, adalah jauh dari kerajaan ahli-ahli filsafat Perancis, sama jauhnya seperti dari bumi ke langit.

Karena, bagi ketiga pembaru sosial kita itu, dunia borjuis, yang berdasarkan prinsip-prinsip para ahli filsafat ini, adalah sangat tidak rasionil dan tidak adil dan, oleh karenanya, menemukan jalannya ke lubang sampah sama sangat gampangnya seperti feodalisme dan semua tingkat masyarakat yang terdahulu. Jika akal murni serta keadilan sampai sekarang belum memerintah dunia, hal ini hanya karena manusia belum memahaminya secara benar. Apa yang dibutuhkan ialah seorang zeni yang kini telah muncul dan yang memahami kebenaran. Bahwa ia kini telah muncul, bahwa kebenaran kini telah dimengerti dengan jelas, bukanlah suatu kejadian yang tak dapat dielakkan, yang menurut keharusan di dalam rangkaian perkembangan sejarah, melainkan hanyalah suatu kejadian secara kebetulan yang menggembirakan. Ia bisa juga dilahirkan 500 tahun lebih cepat dan dengan demikian telah dapat menyelamatkan umat manusia 500 tahun lamanya dari kesalahan, perjuangan dan penderitaan.

Kita telah melihat bagaimana ahli-ahli filsafat Perancis dari abad ke-18, pelopor-pelopor Revolusi, menarik perhatian orang kepada akal sebagai satu-satunya hakim dari semua yang ada. Suatu pemerintah yang rasionil, masyarakat yang rasionil, harus didirikan; segala sesuatu yang berlawanan dengan akal yang abadi harus ditiadakan dengan tak kenal belas kasihan. Kita melihat pula bahwa akal yang abadi ini pada hakekatnya tidaklah lain daripada pengertian yang diidealisasi dari wargakota abad ke-18, yang ketika itu sedang berkembang menjadi borjuis. Revolusi Perancis telah melaksanakan masyarakat dan pemerintah yang rasionil ini.

Tetapi keadaan yang baru itu, yang cukup rasionil jika dibanding dengan keadaan-keadaan yang terdahulu, ternyata sekali-kali tidak rasionil secara absolut. Negara yang berdasarkan akal itu sama sekali ambruk. Kontrak Sosial Rousseau telah menemukan pelaksanaannya dalam Pemerintahan Terror, dari mana borjuasi, yang telah kehilangan kepercayaan kepada kesanggupan politik mereka sendiri, telah mencari tempat berlindung mula-mula pada pengkorupsian Direktorat dan, akhirnya, di bawah sayap despotisme Napoleontis. Perdamaian abadi yang dijanjikan berubah menjadi perang penaklukkan yang tiada akhirnya. Masyarakat yang berdasarkan akal ternyata tidak lebih baik. Antagonisme antara kaya dan miskin, bukannya lebur menjadi kemakmuran yang umum, malahan telah menjadi diperhebat dengan dihapuskannya hak-hak istimewa gilda dan hak-hak istimewa lainnya, yang hingga batas-batas tertentu telah menjembataninya, dan dengan ditiadakannya lembaga-lembaga amal dari Gereja, “Kemerdekaan milik” dari belenggu-belenggu feodal, yang kini sungguh-sungguh telah tercapai, ternyata bagi kaum kapitalis kecil dan kaum pemilik kecil merupakan kemerdekaan untuk menjual milik mereka yang kecil, yang tergilas di bawah persaingan yang menguasai dari kapitalis-kapitalis besar dan tuan-tuan tanah besa, kepada tuan-tuan besar ini dan, dengan begitu, bagi kapitalis-kapitalis kecil dan pemilik-pemilik tani kecil, menjadi “kemerdekaan dari milik”. Perkembangan industri atas dasar kapitalis membuat kemiskinan dan kesengsaraan massa pekerja menjadi syarat-syarat bagi hidupnya masyarakat. Pembayaran tunai, menurut kata-kata Carlyle, kian lama kian menjadi satu-satunya pertalian antara manusia dengan manusia. Jumlah kejahatan meningkat dari tahun ke tahun. Dulu, kejahatan-kejahatan feodal secara terang-terangan berjalan dengan gagahnya di siang hari cerah; sekarang meskipun tidak dibasmi, setidak-tidaknya kejahatan-kejahatan itu telah didesak ke belakang. Sebagai gantinya, kejahatan-kejahatan borjuis yang selama ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, mulai berkembang mekar dengan semakin subur lagi. Perdagangan kian lama kian menjadi bersifat penipuan. “Persaudaraan” dari semboyan revolusioner dilaksanakan dalam penipuan dan kongkruensi dari pergulatan persaingan. Penindasan dengan kekerasan telah diganti dengan penyuapan; pedang, sebagai pengungkit kemasyarakatan yang pertama, diganti dengan emas. Hak malam pertama telah diserahkan dari tuan-tuan feodal kepada tuan-tuan pabrik borjuis. Pelacuran meningkat hingga batas yang belum pernah terdengar sebelumnya. Perkawinan itu sendiri, seperti dulu, tetapi merupakan bentuk pelacuran yang diakui menurut undang-undang, jubah resmi pelacuran, dan lagipula, ditambah dengan panen perzinahan yang tumpah-ruah.

Pendek kata, dibanding dengan janji-janji yang bagus-bagus dari para ahli filsafat, lembaga-lembaga sosial dan politik yang lahir dari “kemenangan akal” itu merupakan karikatur-karikatur yang pahit mengecewakan. Yang kurang ialah orang-orang yang untuk merumuskan kekecewaan ini, dan mereka muncul pada pergantian abad. Dalam tahun 1802 surat-surat Jenewa dari Saint-Simon terbit; dalam tahun 1808 keluarlah karya pertama Fourier; meskipun dasar teorinya mulai sejak dari tahun 1799; pada 1 Januari 1800, Robert Owen mengambil pimpinan New Lanark.

Akan tetapi, pada waktu itu cara produksi kapitalis, dan bersama dengannya antagonisme antara borjuasi dengan proletariat, masih berkembang dengan sangat tidak sempurnanya. Industri Modern, yang baru saja timbul di Inggris, masih belum dikenal di Perancis. Tetapi Industri Modern, di satu pihak, mengembangkan bentrokan-bentrokan yang membikin suatu revolusi di dalam cara produksi menjadi mutlak perlu, serta peniadaan wataknya yang kapitalis — bentrokan-bentrokan tidak hanya di antara kelas-kelas yang dilahirkan olehnya, tetapi juga antara tenaga-tenaga produktif dengan bentuk-bentuk pertukaran itu sendiri yang diciptakannya. Dan, di pihak lain, ia mengembangkan di dalam tenaga-tenaga produktif yang raksasa itu sendiri alat-alat untuk mengakhiri bentrokan-bentrokan ini. Karena itu jika pada sekitar tahun 1800 konflik-konflik yang timbul dari susunan kemasyarakatan yang baru itu baru saja mulai mengambil bentuk, maka hal ini berlaku lebih sepenuhnya lagi bagi alat-alat untuk mengakhirinya . Massa “yang tidak mempunyai apa-apa” di Paris selama Pemerintahan Teror telah mampu untuk sebentar memegang kekuasaan, dan dengan demikian memimpin revolusi borjuis ke arah kemenangan bertentangan dengan kehendak borjuasi itu sendiri. Tetapi, dengan berbuat demikian, mereka hanya membuktikan betapa tidak mungkinnya bagi kekuasaan mereka untuk bertahan di bawah syarat-syarat yang terdapat ketika itu. Proletariat, yang pada waktu itu untuk pertama kalinya mengembangkan diri dari massa “yang tidak mempunyai apa-apa” ini sebagai inti dari suatu kelas baru, masih sama sekali belum mampu menjalankan aksi politik yang bebas, tampil sebagai kaum yang tertindas, yang menderita, yang baginya, dalam ketidaksanggupannya untuk menolong diri sendiri, bantuan bisa didatangkan paling banter dari luar atau dari atas.

Situasi sejarah demikian ini juga menguasai pendiri-pendiri Sosialisme. Teori-teori yang belum matang bersesuaian dengan syarat-syarat produksi kapitalis yang belum matang dan syarat-syarat kelas yang belum matang. Pemecahan masalah-masalah sosial, yang masih tersembunyi di dalam syarat-syarat ekonomi yang belum berkembang, diusahakan oleh kaum utopis untuk mengembangkannya dari otak manusia. Masyarakat menyajikan tidak lain kecuali ketidakadilan; untuk menghilangkan ketidakadilan-ketidakadilan ini adalah tugas akal. Maka itu perlu menemukan suatu sistem susunan kemasyarakatan yang baru dan lebih sempurna serta mendesakkannya kepada masyarakat dari luar dengan propaganda dan, di mana mungkin, dengan teladan percobaan-percobaan yang bisa dijadikan model. Sistem-sistem kemasyarakatan yang baru ini ditakdirkan sebagai utopis; semakin lengkap sistem-sistem ini dikerjakan secara merinci, semakin tidak mungkin mereka mengelakkan diri hanyut ke dalam fantasi-fantasi belaka.

Sekali fakta-fakta ini ditetapkan, kita tidak perlu membicarakan lebih lama lagi segi ini dari masalah tersebut, yang kini sama sekali sudah termasuk masa lampau. Kita dapat menyerahkannya kepada orang-orang literer kecil untuk dengan khidmat beradu lidah mengenai fantasi-fantasi ini, yang kini hanya membuat kita tersenyum, dan untuk menggembar-gemborkan keunggulan daya-berpikir mereka sendiri yang gundul jika dibanding dengan “kegilaan” semacam itu. Bagi kita sendiri, kita bergembira atas pikiran-pikiran dan benih-benih pikiran agung yang sangat mengagumkan yang di mana-mana meletus dari selubung mereka yang fantastis dan yang terhadap pikiran-pikiran ini kaum pilistin (orang-orang yang picik pandangannya — Red. JP) buta.

Saint-Simon adalah putra Revolusi besar Perancis, yang pada saat meletusnya ia belum lagi berusia tiga puluh tahun. Revolusi itu adalah kemenangan pangkat ketiga, yaitu, massa yang luas dari nasion, yang bekerja dalam produksi dan perdagangan, atas kelas-kelas yang tidak bekerja yang berhak istimewa, kaum ningrat dan kaum pendeta. Tetapi kemenangan pangkat ketiga itu segera memperlihatkan diri sebagai semata-mata kemenangan sebagian kecil dari “pangkat” ini, sebagai perebutan kekuasaan politik oleh bagiannya yang berhak istimewa di lapangan sosial, yaitu, borjuasi yang bermilik. Dan borjuasi sudah barang tentu telah berkembang dengan cepat selama Revolusi, sebagian melalui spekulasi atas tanah-tanah kaum bangsawan dan Gereja yang disita dan kemudian dijual, dan sebagian karena penipuan-penipuan terhadap nasion melalui kontrak-kontrak militer. Adalah kekuasaan penipu-penipu ini yang telah membawa Perancis, di bawah Direktorat, ke tepi jurang keruntuhan dan dengan demikian memberikan dalih kepada Napoleon untuk melakukan kudeta-nya.

Dari itu bagi Saint-Simon antagonisme antara pangkat ketiga dengan kelas-kelas yang berhak istimewa itu mengambil bentuk antagonisme antara “pekerja” dengan “orang-orang yang tak bekerja”. Orang-orang yang tak bekerja itu tidak hanya kelas-kelas lama yang berhak istimewa, tetapi juga semua orang yang tanpa mengambil sesuatu bagian dalam produksi atau distribusi hidup atas pendapatan-pendapatan mereka. Dan kaum pekerja itu bukan hanya kaum buruh-upahan, tetapi juga tuan-tuan pabrik, pedagang-pedagang, bankir-bankir. Bahwasanya orang-orang yang tidak bekerja itu telah kehilangan kemampuan untuk memegang pimpinan intelektuil dan kekuasaan politik telah dibuktikan dan akhirnya telah diputuskan oleh Revolusi. Bahwa kelas-kelas yang tak bermilik itu tidak mempunyai kemampuan ini agaknya bagi Saint-Simon telah dibuktikan oleh pengalaman-pengalaman Pemerintahan Teror. Lalu, siapakah yang harus memimpin dan memerintah? Menurut Saint-Simon ilmu dan industri, yang kedua-duanya dipersatukan oleh ikatan agama baru, ditakdirkan untuk memulihkan persatuan ide-ide agama yang telah hilang sejak masa Reformasi — suatu “agama Kristen baru” yang mesti bersifat mistik dan kaku hierarkinya. Tetapi ilmu, itu adalah kaum terpelajar; dan industri, itu pertama-tama, adalah borjuis pekerja, tuan-tuan pabrik, pedagang-pedagang, bankir-bankir. Borjuis ini sudah tentu dikehendaki oleh Saint-Simon supaya mengubah diri menjadi semacam pegawai-pegawai umum, semacam wali-wali sosial; tetapi mereka toh harus memegang kedudukan memerintah dan berhak istimewa dalam ekonomi terhadap kaum buruh. Bankir-bankir terutama harus diminta untuk memimpin seluruh produksi sosial melalui peraturan kredit. Konsepsi ini tepat sesuai dengan masa di mana Industri Modern di Perancis dan, bersamanya, jurang antara borjuasi dengan proletariat baru saja lahir. Tetapi apa yang terutama sekali ditekankan oleh Saint-Simon ialah ini: yang menarik perhatiannya pertama-tama dan di atas segala sesuatu lainnya, ialah nasib kelas yang paling banyak jumlahnya dan yang paling miskin (“la classe la plus nombreuse et la plus pauvre”).

Sudah dalam surat-surat Jenewanya, Saint-Simon menetapkan dalil bahwa “semua orang harus bekerja.” Dalam karyanya yang sama itu juga dia mengakui pula bahwa Pemerintahan Teror adalah pemerintahan massa yang tak bermilik. “Lihatlah”, katanya kepada mereka, “apa yang terjadi di Perancis pada waktu kawan-kawan kalian memegang kekuasaan di sana; mereka menimbulkan kelaparan”. Tetapi untuk mengakui Revolusi Perancis sebagai suatu perang kelas, dan bukan perang kelas semata-mata antara kaum bangsawan, borjuasi dan kaum tak bermilik, dalam tahun 1802, merupakan suatu penemuan yang sangat besar artinya. Dalam tahun 1816 dia menyatakan bahwa politik adalah ilmu tentang produksi dan meramalkan diserapnya sama sekali politik oleh ekonomi. Pengetahuan bahwa syarat-syarat ekonomi merupakan dasar dari lembaga-lembaga politik di sini baru muncul dalam bentuk embrio. Tetapi apa yang di sini sudah sangat jelas dinyatakan ialah ide tentang perubahan kekuasaan politik atas manusia di masa depan menjadi administrasi dari barang-barang dan pimpinan atas proses-proses produksi, artinya “penghapusan negara” yang akhir-akhir ini telah begitu banyak diributkan orang.

Saint-Simon memperlihatkan keunggulan yang sama atas rekan-rekannya sezaman, ketika dalam tahun 1814, segera setelah masuknya sekutu ke Paris, dan sekali lagi dalam tahun 1815, selama Perang Seratus Hari, dia memproklamasikan persekutuan Perancis dengan Inggris, dan kemudian persekutuan kedua negeri ini dengan Jerman, sebagai satu-satunya jaminan bagi perkembangan yang makmur dan perdamaian di Eropa. Untuk mengkhotbahkan kepada bangsa Perancis dalam tahun 1815 suatu persekutuan dengan pemenang-pemenang Waterloo, diperlukan keberanian yang sama seperti halnya pandangan ke depan sejarah.

Jika pada diri Saint-Simon kita menemukan keluasan pandangan yang lapang, yang oleh karenanya hampir semua ide dari orang-orang Sosialis kemudian yang tidak mutlak bersifat ekonomi terdapat padanya dalam bentuk embrio, kita dapati pada Fourier suatu kritik terhadap keadaan-keadaan masyarakat yang ada, kritik yang sungguh-sungguh bersifat Perancis dan jenaka, tetapi tidak karena itu menjadi kurang mendalam. Fourier memegang borjuasi, nabi-nabi mereka yang bersemangat sebelum Revolusi, dan penyanjung-penyanjung mereka yang berkepentingan sesudahnya, pada kata-kata mereka sendiri. Tanpa belas kasihan dia menelanjangi kemiskinan materiil dan moril dunia borjuis. Dia mengkonfrontasikannya dengan janji-janji dulu yang menyilaukan dari ahli-ahli filsafat mengenai masyarakat di mana akal saja yang akan memerintah, mengenai peradaban di mana kebahagiaan akan bersifat universal, mengenai kesempurnaan manusia yang tak terbatas, dan dengan kata-kata indah dari ideologis-ideologis borjuis zamannya. Ditunjukkannya betapa di mana-mana kenyataan yang sangat menyedihkan sesuai dengan kata-kata yang sangat muluk-muluk, dan dia mengeroyok kegagalan yang tiada harapan lagi dari kata-kata ini dengan sarkasmenya yang pedas-tajam.

Fourier bukan hanya seorang kritikus; sifatnya yang tenang dingin-kepala membuat dia menjadi seorang satiris, dan pastilah salah seorang satiris yang terbesar dari segala zaman. Digambarkannya, dengan sama kuat dan menawannya, spekulasi-spekulasi yang menipu yang bekembang subur di atas keruntuhan Revolusi, dan semangat tukang warung yang umum dan karakteristik pada perdagangan Perancis pada waktu itu. Lebih-lebih hebat lagi ialah kritiknya terhadap bentuk hubungan-hubungan borjuis di antara jenis kelamin, dan kedudukan wanita dalam masyarakat borjuis. Dialah yang pertama menyatakan bahwa di dalam sesuatu masyarakat tertentu tingkat emansipasi wanita adalah ukuran yang wajar dari emansipasi umum.

Tetapi Fourier berada pada puncaknya dalam konsepsinya tentang sejarah masyarakat. Dia membagi seluruh jalannya sejarah, hingga kini, menjadi empat tingkatan evolusi — kebiadaban, barbarisme, patriarkat dan peradaban. Yang terakhir ini adalah identik dengan apa yang dinamakan masyarakat sipil atau masyarakat borjuis dewasa ini — yaitu, dengan susunan kemasyarakatan yang datang bersama abad ke-16. Dia membuktikan bahwa “tingkatan yang beradab mengangkat setiap kejahatan yang dipraktekkan oleh barbarisme dalam bentuk sederhana menjadi suatu bentuk eksistensi yang rumit, bermakna-rangkap, menyangsikan, munafik — bahwa peradaban bergerak dalam “suatu lingkaran tak berujung-pangkal”, dalam kontradiksi-kontradiksi yang senantiasa direproduksinya tanpa dapat memecahkannya; sebab itu ia senantiasa sampai justru pada kebalikan dari yang hendak dicapainya, atau yang pura-pura hendak dicapainya, sehingga, misalnya, “di bawah peradaban kemiskinan dilahirkan oleh kelimpah-ruahan itu sendiri.”

Fourier, seperti kita lihat, menggunakan metode dialektik dengan cara yang ulungnya seperti rekan sezamannya, Hegel. Dengan menggunakan dialektika yang sama ini dia membantah omongan tentang kesempurnaan manusia yang tak terbatas, bahwa setiap fase sejarah mempunyai masa menaik dan juga menurunnya dan dia menerapkan peninjauan ini pada masa depan seluruh umat manusia. Seperti Kant memasukkan dalam ilmu alam ide tentang kehancuran terakhir bumi, maka Fourier juga memasukkan ke dalam ilmu sejarah ide tentang kehancuran terakhir umat manusia.

Sementara di Perancis badai Revolusi menyapu negeri, di Inggris berlangsung suatu revolusi yang lebih tenang, tetapi bukan karena itu lalu menjadi kurang hebat. Mesin uap dan mesin baru membuat perkakas sedang mengubah manufaktur menjadi industri modern, dan dengan demikian merevolusikan seluruh dasar masyarakat borjuis. Kemajuan yang lembam dari perkembangan periode manufaktur berubah menjadi “Sturm und Drang” (masa perjuangan dan pergolakan) yang sungguh-sungguh. Dengan kecepatan yang senantiasa bertambah besar perpecahan masyarakat menjadi kaum kapitalis besar dan kaum proletar yang tak bermilik berjalan terus. Di antara mereka ini, bukannya kelas-tengah yang stabil dulu, melainkan suatu massa yang tidak stabil dari tukang-tukang dan pomilik-pemilik toko kecil, yaitu bagian penduduk yang paling naik-turun, yang kini hidupnya tak tentu.

Cara produksi yang baru itu masih baru pada permulaan masa menaiknya; ia masih merupakan cara produksi yang normal, teratur — satu-satunya yang mungkin di bawah syarat-syarat yang sedang berlaku. Meskipun demikian, bahkan pada waktu itupun ia sudah menghasilkan keburukan-keburukan sosial yang menyolok — pengelompokan penduduk yang tak bertempat tinggal di bagian-bagian yang paling buruk dari kota-kota besar; pelonggaran semua ikatan moril yang tradisionil, pembawahan patriarchal, hubungan-hubungan kekeluargaan; bekerja terlalu berat, terutama wanita-wanita dan kanak-kanak, sampai pada batas yang mengerikan; demoralisasi sama sekali dari kelas buruh, yang sekonyong-konyong dicampakkan ke dalam keadaan-keadaan yang sama sekali baru, dilemparkan dari pedesaan ke kota, dari pertanian ke industri modern, dari syarat-syarat hidup yang stabil ke syarat-syarat hidup yang tidak stabil yang berubah-ubah dari hari ke hari.

Pada saat yang genting ini tampil ke depan seorang tuan pabrik berusia 29 tahun sebagai seorang pembaru — seorang yang memiliki watak kesederhanaan yang hampir luhur, seperti anak-anak, dan bersamaan dengan itu salah seorang pemimpin manusia yang tidak banyak dilahirkan. Robert Owen telah mengoper ajaran ahli-ahli filsafat materialis: bahwa watak manusia itu, di satu pihak, adalah hasil keturun-temurunan; di pihak lain, hasil lingkungan individu selama hidupnya dan terutama sekali selama masa perkembangannya. Kebanyakan dari kelasnya melihat pada revolusi industri hanya kekacauan dan kekalutan, serta kesempatan untuk memancing di air keruh dan mencari keuntungan-keuntungan besar dengan cepat. Robert Owen melihat pada revolusi industri itu kesempatan untuk mempraktekkan teori kesayangannya dan dengan demikian kesempatan untuk mendatangkan ketertiban pada kekacauan. Dia telah mencobanya dengan sukses, sebagai pengawas dari lima ratus orang lebih di sebuah pabrik di Manchester. Dari 1800 sampai 1829 dia memimpin pabrik tenun besar di New Lanark, di Skotlandia, sebagai rekan pengurus, menurut garis-garis yang sama, tetapi dengan kebebasan bertindak yang lebih besar dan dengan sukses yang memberikan kepadanya nama baik di Eropa. Suatu penduduk, yang semula terdiri dari elemen-elemen yang sangat bermacam-ragam dan yang untuk sebagian terbesar sangat menjadi demoralisasi, suatu penduduk yang berangsur-angsur bertambah besar menjadi 2.500 jiwa, diubahnya menjadi suatu koloni teladan, di mana mabuk-mabukan, polisi, hakim, proses-proses pengadilan, undang-undang kemiskinan, lembaga-lembaga amal, tidak dikenal. Dan semuanya ini hanya dengan menempatkan orang-orang itu dalam keadaan-keadaan yang layak bagi manusia, dan terutama dengan penuh perhatian mendidik angkatan muda. Dia adalah pendiri taman kanak-kanak-taman kanak-kanak dan membuka taman kanak-kanak itu pertama-tama di New Lanark. Pada usia dua tahun anak-anak masuk taman kanak-kanak, di mana mereka demikian bersenang-senang sehingga hampir tak bisa diajak pulang lagi. Sedang saingan-saingannya mempekerjakan orang-orangnya tiga belas atau empat belas jam sehari, di New Lanark hari kerja hanya sepuluh setengah jam. Ketika krisis kapas menghentikan pekerjaan untuk empat bulan lamanya, buruh-buruhnya terus menerima upah mereka yang penuh selama itu. Dan dengan semuanya ini perusahaan naik nilainya lipat dua kali lebih dan sampai pada akhirnya memberikan laba-laba yang besar kepada pemilik-pemiliknya.

Kendatipun semuanya ini Owen tidak merasa puas. Kehidupan yang dia jamin bagi buruh-buruhnya, menurut pandangannya, masih jauh daripada layak bagi manusia. “Orang-orang itu adalah budak-budak dalam kekuasaanku.” Keadaan-keadaan yang secara relatif di mana ia telah menempatkan mereka masih jauh daripada memungkinkan suatu perkembangan yang rasionil dari watak dan intelek ke semua jurusan, apalagi bagi penggunaan secara bebas dari semua kecakapan mereka. “Meskipun demikian, bagian yang bekerja dari penduduk 2.500 jiwa ini setiap harinya menghasilkan kekayaan riil bagi masyarakat sebanyak, kurang dari setengah abad sebelumnya, yang semestinya untuk menciptakannya diperlukan bagian yang bekerja dari penduduk sejumlah 600.000 jiwa. Saya bertanya kepada diri sendiri, apa yang terjadi dengan selisih antara kekayaan yang dikonsumsi oleh 2.500 orang dengan yang semestinya dikonsumsi oleh 600.000 orang itu?"[5]

Jawabnya jelas. Ia telah dipergunakan untuk membayar pemilik-pemilik perusahaan 5% atas kapital yang telah mereka keluarkan, selain £ 300.000 lebih sebagai laba bersih. Dan apa yang berlaku bagi New Lanark lebih-lebih lagi berlaku bagi semua pabrik di Inggris. “Seandainya kekayaan baru ini tidak diciptakan oleh mesin-mesin, yang telah dipergunakan secara tidak sempurna itu, maka peperangan-peperangan di Eropa melawan Napoleon, dan untuk menyokong prinsip-prinsip aristokratis dari masyarakat, tidak dapat dilakukan. Namun demikian, kekuatan baru ini adalah ciptaan kelas buruh."[6] Oleh karena itu, menjadi milik merekalah hasil-hasil dari kekuatan baru ini. Tenaga-tenaga produktif raksasa yang baru diciptakan, yang sampai kini hanya digunakan untuk memperkaya individu-individu dan untuk memperbudak massa, memberikan kepada Owen dasar-dasar untuk suatu pembangunan kembali masyarakat; tenaga-tenaga produktif itu ditakdirkan, sebagai milik umum dari semua, untuk dikerjakan bagi kesejahteraan bersama semua orang.

Komunismenya Owen adalah beralaskan dasar perusahaan ini semata-mata, hasil, boleh dikatakan, dari perhitungan dagang. Seluruhnya, ia mempertahankan watak praktis ini. Demikianlah, dalam tahun 1823 Owen mengusulkan peringanan bagi kesengsaraan di Irlandia dengan koloni-koloni Komunis dan menyusun anggaran yang lengkap dari ongkos-ongkos pembangunannya, pengeluaran setiap tahun dan pendapatan yang mungkin. Dan dalam rencananya yang pasti untuk masa depan, pengerjaan teknis dari detail-detail dilakukan dengan pengetahuan yang begitu praktis — peta dasar (platte grond), bagian depan dan samping serta pemandangan-pemandangan yang nampak dari atas termasuk semuanya — sehingga metode perubahan sosial dari Owen sekali diterima, maka dari pendirian praktis sedikit yang bisa dicela terhadap penyelenggaraan yang sebenarnya dari hal-hal yang kecil-kecil itu.

Kemajuannya ke arah Komunisme adalah titik balik dalam kehidupan Owen. Selama dia hanya seorang pilantropis (dermawan) saja, dia mendapat ganjaran tidak lain daripada kekayaan, tepuk tangan, kehormatan dan kemuliaan. Dia adalah orang yang paling populer di Eropa. Tidak hanya orang-orang dari kelasnya sendiri, tetapi juga negarawan-negarawan serta pangeran-pangeran mendengarkan dia dengan setuju. Tetapi ketika dia tampil keluar dengan teori-teori Komunisnya itu adalah soal yang lain sama sekali. Tiga rintangan besar menurut dia yang terutama menghalangi jalan ke arah perubahan kemasyarakatan: hak milik perseorangan, agama, bentuk perkawinan yang sekarang. Dia tahu apa yang akan dihadapinya jika ia menyerang semuanya ini — keadaan dibuang dan tidak dilindungi undang-undang lagi, pengeluaran dari masyarakat resmi, kehilangan seluruh kedudukan sosialnya. Tetapi tidak satupun dari semua ini yang menghalangi dia untuk menyerangnya tanpa takut akan akibat-akibatnya dan apa yang telah dia ramalkan terjadi. Dibuang dari masyarakat resmi, dengan komplotan bungkam terhadap dia dalam pers, jatuh bangkrut karena eksperimen-eksperimen Komunisnya yang tidak berhasil di Amerika, di mana dia telah mengorbankan semua kekayaannya, dia langsung berbalik kepada kelas buruh dan terus bekerja di tengah-tengah mereka selama tiga puluh tahun. Setiap gerakan sosial, setiap kemajuan yang nyata di Inggris untuk kepentingan kaum buruh berhubungan dengan nama Robert Owen. Dia memaksakan dalam tahun 1819, sesudah lima tahun berjuang, undang-undang pertama yang membatasi jam kerja bagi wanita dan anak-anak di pabrik-pabrik. Dia menjadi presiden Kongres pertama di mana semua serikat buruh Inggris bersatu dalam satu perserikatan buruh yang besar. Dia memperkenalkan sebagai tindakan-tindakan peralihan ke arah pengorganisasian masyarakat secara Komunis sepenuhnya, di satu pihak, perkumpulan-perkumpulan koperasi untuk perdagangan eceran dan produksi. Hal ini sejak waktu itu, sekurang-kurangnya, telah memberikan bukti praktis bahwa pedagang dan tuan pabrik secara sosial tidak perlu sama sekali. Di pihak lain, dia memperkenalkan pasar-pasar kerja untuk pertukaran hasil-hasil kerja dengan perantaraan uang kertas-kerja, yang kesatuannya ialah satu jam kerja; badan-badan yang mesti gagal, tetapi sepenuhnya mendahului bank pertukaran Proudhon pada masa jauh belakangan, dan berlainan sama sekali dengan ini dalam hal bahwa ia tidak menyatakan diri sebagai obat mujarab bagi segala penyakit masyarakat, tetapi hanya sebagai langkah pertama ke arah revolusi masyarakat yang jauh lebih radikal.

Cara berpikir dari Utopis itu untuk waktu yang lama telah menguasai ide-ide sosialis dari abad ke-19 dan masih menguasai beberapa diantaranya. Sampai akhir-akhir inipun semua Sosialis Perancis dan Inggris masih menghormatinya. Komunisme Jerman yang terdahulu, termasuk Komunisme Weitling, adalah dari mazhab yang sama. Bagi semuanya ini Sosialisme adalah merupakan pernyataan kebenaran absolute, akal dan keadilan, dan hanya harus ditemukan untuk menaklukkan seluruh dunia berdasarkan kekuatannya sendiri. Dan karena kebenaran absolute itu tidak bergantung pada waktu, ruang dan pada perkembangan sejarah manusia, maka hanyalah merupakan suatu kejadian yang kebetulan apabila dan di mana ia ditemukan. Dengan semuanya ini maka kebenaran absolut, akal dan keadilan adalah berbeda pada pendiri setiap mazhab yang berlain-lain. Dan karena tiap-tiap macam yang khusus dari kebenaran absolut, akal dan keadilan dari seseorang juga ditentukan oleh pengertiannya yang subyektif, syarat-syarat kehidupannya, ukuran pengetahuannya dan pendidikan inteleknya, maka tidaklah ada kesudahan lain yang mungkin dalam konflik di antara kebenaran-kebenaran absolut ini daripada bahwa mereka akan saling mengecualikan. Maka itu, tidaklah lain yang dapat keluar dari sini kecuali semacam Sosialisme rata-rata yang eklektis, yang sesungguhnya sampai sekarang menguasai pikiran sebagian besar kaum buruh Sosialis di Perancis dan Inggris. Karena itu, suatu campur-aduk yang mengizinkan adanya sangat bermacam-macam corak pendapat; suatu campur-aduk dari pernyataan-pernyataan kritis, teori-teori ekonomi, gambaran-gambaran tentang masyarakat di masa depan dari pendiri-pendiri dari lain-lain sekte yang membangkitkan perlawanan yang sekecil-kecilnya; suatu campur-aduk yang semakin mudah dimuaikan semakin pastilah ujung-ujung yang tajam dari satu-satu bagiannya tergosok dalam arus perdebatan, bagaikan batu-batu kerikil yang bundar di dalam anak sungai.

Untuk membikin Sosialisme menjadi suatu ilmu, pertama-tama ia harus diletakkan di atas dasar yang riil.


Catatan

1 Inilah bagian tentang Revolusi Perancis: "Pikiran, konsepsi hukum, sekonyong-konyong membikin dirinya terasa, dan untuk menentang ini perancah lama dari ketidakadilan tak dapat bertahan. Karena itu dalam konsepsi hukum ini sekarang telah dibentuk suatu konstitusi dan mulai sekarang segala-sesuatu harus berdasarkan ini. Sejak matahari berada dalam cakrawala dan planet-planet berputar di sekelilingnya, belum pernah nampak pandangan dari orang yang berdiri di atas kepalanya - yaitu, di atas Ide - dan membangun realitet menurut gambaran ini. Anaxagoras mula-mula mengatakan bahwa Nous, akal, memerintah dunia; tetapi sekarang, untuk pertama kali, orang menjadi mengakui bahwa Ide harus memerintah realitet mental. Dan ini adalah matahari terbit yang sangat bagus. Semua makhluk yang berpikir telah ikut-serta dalam merayakan hari suci ini. Suatu emosi yang luhur menguasai manusia pada waktu itu, suatu entusiasme akal memenuhi dunia, seolah-olah sekarang telah tiba perdamaian antara Prinsip Ilahi dengan dunia." (Hegel: Filsafat Sejarah, 1840, halaman 535). Tidakkah sudah tiba waktunya untuk memberlakukan undang-undang anti-Sosialis terhadap ajaran-ajaran sedemikian itu, yang subversif dan membahayakan umum, dari almarhum Profesor Hegel? (Catatan Engels).

2 Kaum Anabaptis (kaum Rebaptis: Pengikut-Pengikut suatu sekte keagamaan yang timbul di Jerman dan Nederland dalam abad ke-16. Selama Perang Tani 1524-1525 kaum Anabaptis, yang kebanyakannya adalah petani-petani, tukang-tukang dan pedagang-pedagang kecil, masuk ke dalam sayap yang paling revolusioner yang dipimpin oleh Thomas Münzer. - Red.

3 Yang dimaksudkan ialah "kaum Leveller sejati" atau "kaum penggali", seperti mereka itu dinamakan, yaitu wakil-wakil dari kepentingan-kepentingan kaum miskin kota dan pedesaan selama revolusi borjuis Inggris abad ke-17. - Red.

4 Yang dimaksud Engels di sini ialah karya-karya Sosialis-Sosialis utopis Thomas More (abad ke-16) dan Tommaso Campanella (abad ke-17). - Red.

5 Dari "Revolusi Dalam Pikiran dan Praktek", halaman 21, sebuah nota yang dialamatkan kepada semua "kaum Republiken merah, Komunis dan Sosialis Eropa", dan dikirimkan kepada pemerintah sementara Perancis, 1848, dan juga "kepada Ratu Victoria serta para penasehatnya yang bertanggungjawab". (Catatan Engels).

6 Catatan, di tempat yang dikutip, halaman 22. (Catatan Engels).


Sumber: http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1880/utopi-ilmu/ch01.htm